“Tepuk satu, plok. Tepuk tiga, plok plok plok,” Suara ini yang sayup terdengar ketika kami melangkah memasuki ruang kelas pagi itu. Sementara di tempat lain kami melihat bagaimana anak-anak asyik bermain bersama hewan-hewan peliharaan saat belajar mata pelajaran IPA.
Ya, inilah sepenggal pengalaman kami ketika berkunjung ke sekolah-sekolah peserta Festival Guru Transformatif. Mulai dari pendidikan dasar hingga menengah atas, kami menjumpai semangat pembelajaran yang sudah jarang ditemui, yaitu belajar adalah hal yang menyenangkan.
Mengunjungi 24 sekolah yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta, kami melihat berbagai metode kreatif guru untuk mendukung siswanya mengenal lebih dalam tentang berbagai ilmu pengetahuan. Menelusur lebih jauh, nyatanya desain pembelajaran tidak hanya sekedar penggunaan aplikasi teknologi, tetapi juga bagaimana para guru menempatkan pengalaman sebagai sumber belajar.
Model belajar berkisah, bermain dengan peran, saling berbagi pengalaman antar siswa, hingga merancang alat belajar mandiri. Hal ini dilakukan agar siswa mendapatkan pemahaman lebih dari sekadar menghafal.
Belajar Menjadi Kegiatan yang Menyenangkan
“Clak …” suara standar motor diturunkan. Setelah melepas helm, Aris berjalan menuju ruangan untuk bersiap melakukan apel pagi pukul tujuh. Pukul etengah delapan ia masuk ruang kelas untuk berjumpa dengan anak didiknya.
“Ini gambar apa? Kuuu.. kucing.. siapa namanya? Cassie… Cassie cassie cassie.. iya.. kakinya kucing ada berapa? Empat.. Nah anak-anak, ini Pak Aris kasih kartu nanti dipelajari di rumah, ya. A.. E.. sama ma..ma.. pa..pa.. Iya sama mama papa,”.
Kurang lebih begitu keseharian Aris Wibowo, S.Pd. selama 15 tahun berinteraksi bersama siswa-siswi SLB Negeri Semarang. Seperti namanya Sekolah Luar Biasa, begitu pula sosok Aris yang juga luar biasa dalam mendampingi anak didiknya. Ia mendesain buku pop-up animasi yang didukung teknologi Augmented Reality (AR), di mana anak-anak belajar sembari bermain di antara rentang konsentrasi yang sangat minim.
Memunculkan semangat belajar bagi siswa diawali dengan menciptakan suasana yang menyenangkan. Hal ini yang kami temukan dalam berbagai kunjungan sekolah. Salah satunya seorang guru yang memiliki semangat dan keceriaan dalam berbagi pengetahuan.
“Siapa hebat? Saya. Siapa hebat? Saya. Siji loro telu.. Aku mesti semangat plok plok, aku mesti rajin belajar plok plok, aku mesti semangat, rajin dan berprestasi, meraih cita-cita yang tinggi, plok plok plok.” Seruan semangat ini kami dengar ketika memasuki kelas SDN 2 Binangun pagi itu.
Membangun semangat sebelum pembelajaran dimulai menjadi salah satu kunci Tuti Susanti, S.Pd. Tidak saja dengan model bermain dan interaktif, Tuti juga menggunakan aplikasi belajar yang menyenangkan. Ia membuat video-video pendek tentang materi pembelajaran dengan model animatif. Kami melihat tidak saja Tuti selalu menciptakan ruang kelas yang semangat, namun nafas semangat itu berasal juga dari dirinya dalam mendesain pelajaran bagi para muridnya.
Guru Transformatif, Wajah Pengubah Pendidikan Indonesia
Tidak jarang rasanya mendengar obrolan pekerja muda tentang mengapa kita harus belajar matematika, fisika, sejarah, biologi, bahasa Indonesia, dan lainnya ketika bekerja sepertinya semua itu tidak digunakan? Berangkat dari sulitnya menghafal rumus matematika dan fisika hingga banyaknya PR dan tugas untuk memahami satu mata pelajaran, pendidikan seakan menjadi beban tersendiri bagi anak dan remaja.
Hal ini menjadi berbeda ketika siswa mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan. Tidak saja pelajaran menjadi tidak membosankan, tetapi siswa menangkap nilai utama dari ilmu pengetahuan.
“Kalau guru lain biasanya dijelasin dulu baru kita praktik, Pak Waluyo beda. Kita disuruh praktik dulu baru Pak Waluyo kasih tahu ini benarnya gimana. Kita disuruh cari sendiri kadang kita kesulitan, tapi lama-lama kita jadi ngerti, kita jadi mandiri,” ujar siswi SMKN 2 Sukoharjo.
Hal lain kami temui ketika mendatangi Kota Surakarta, khususnya ke SMKN 2 Sukoharjo. Waluyo, S.Pd., M.Si. menggunakan model belajar roleplay sebagai salah satu metode belajar agar siswa siap bersaing dalam dunia industri. Pengalamannya bekerja di pabrik menjadi dasar untuk mendesain pelajaran yang memampukan siswa memahami dunia industri, tidak saja dari segi keterampilan produksi melainkan juga nilai dan lingkungan kerja.
Desain belajar yang berbeda dari model belajar satu arah memberikan pengalaman belajar lebih dalam bagi siswa untuk melihat realita pengetahuan. Tentu untuk menciptakan lingkungan belajar yang demikian bukan pekerjaan yang mudah, dibutuhkan usaha dan ketekunan lebih dibandingkan sebelumnya. Maka semangat pembelajaran baru yang dibawa oleh para guru menjadi bermakna bagi wajah pendidikan saat ini.
“Bagi saya pribadi, guru transformatif adalah guru yang menciptakan proses pembelajaran tidak hanya untuk hari ini, tetapi bagaimana membekali siswa dengan keterampilan yang adaptif untuk masa yang akan datang,” ujar T. Danar Sulistyo, S.Pd., M.Sc. saat kami temui di Sekolah Kolese de Britto Yogyakarta. Ya, rupanya pendidikan anak tidak hanya sekadar membuat anak menjadi pintar, melainkan bagaimana anak mampu untuk bertahan hidup, yaitu adaptif.
Etik Mahareni, S.Pd , guru SMA Kolese Loyola Semarang mendesain pembelajaran sejarah dengan model project based learning. “Pembelajaran tidak boleh hanya berhenti di kelas tetapi harus berlanjut di luar kelas, siswa bisa menerapkan apa yang diperoleh di kelas untuk keluar, ke masyarakat”, ujar Etik.
Perjalanan kami ke-24 sekolah kala itu semakin meneguhkan bahwa wajah pendidikan dari dasar hingga menengah atas telah berubah. Perubahan itu ada pada pendidik yang memiliki semangat perubahan bagi desain pembelajaran. Tidak sekadar mengalihkan ilmu pengetahuan, melainkan membantu anak didik menyadari esensi keberadaan mereka sebagai manusia yang utuh.
Di lain sisi, transformasi pembelajaran tidak saja dirasakan bagi anak didik. Semangat perubahan yang dibawa oleh 24 guru rupanya menstimulasi guru lainnya untuk bersama-sama menciptakan lingkungan belajar yang saling mendukung. Perjalanan kami ke pinggiran kota Semarang, memperlihatkan perubahan yang dibawa oleh satu orang guru juga berdampak pada guru lainnya untuk menerapkan hal yang sama.
Yuan Fajar P., S.Pd., guru SDN Jatisari, Mijen, rupanya menjadi sosok tersendiri bagi rekan-rekannya. “Pak Yuan adalah teman spesial bagi kami, ia selalu menjadi motivasi bagi teman-teman,” begitu kata Sri Rayahu, rekan Yuan. Keberadaan Yuan menjadi motivasi rekan lainnya untuk bersama menciptakan desain belajar yang mendukung bagi siswa saat ini.
Festival Guru Transformatif Unika Soegijapranata Semarang
Tidak hanya Yuan, namun juga Aris, Tuti, Etik, Waluyo, Danar, serta kedelapan belas guru lainnya yang telah kami datangi juga menjadi sosok motivasi bagi transformasi model pendidikan siswa. Hal inilah yang menjadi tujuan Festival Guru Transformatif, sebuah ajang pesta untuk mengapresiasi guru yang melakukan gerakan perubahan dari ruang kelas.
Penyelenggaraan Festival Guru Transformatif (FGT) diharapkan menghasilkan agen perubahan generasi muda Indonesia. FGT tercipta dari harapan Unika Soegijapranata Semarang untuk memberikan apresiasi bagi para guru yang telah melakukan perubahan dan memberikan inspirasi bagi guru lainnya. Dalam ruang ini pula kami berharap menjadi ruang pertemuan berbagai gagasan perubahan pendidikan yang pada akhirnya berdampak positif bagi pendidikan dan generasi yang akan datang.
Bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional, Unika Soegijapranata bersama dengan Marimas mengadakan malam penganugerahan kepada 12 finalis guru transformatif untuk siswa yang adaptif. Selain mengenal lebih dekat wajah agen perubahan pendidikan juga menjadi semangat baru untuk bangkit dan bergandeng tangan bersama demi kemajuan anak didik Indonesia.