’WOMEN is the most powerful creator,’’ kata guru marketing, Hermawan Kartajaya pada acara ‘’Marketeers Festival-Indonesia WOW 2015’’ di Semarang, 28 April 2015. Perempuan adalah kreator terkuat. Hal itu antara lain terbukti pada tangguhnya kaum perempuan dalam membangun dan mengembangkan berbagai macam bidang usaha (kewirausahaan atau entrepreneurship), terutama di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Perkembangan zaman makin menuntut partisipasi perempuan dalam membangun perekonomian rumah tangga, bahkan kemajuan bangsa. Dalam perekonomian yang tidak menentu pada saat ini, kaum hawa harus meningkatkan peran serta mereka. Kata Anita Roddick (pendiri The Body Shop), bagi perempuan berwirausaha merupakan persoalan kelangsungan hidup dan memelihara pikiran kreatif.Lain lagi kata Martha Tilaar, pemilik produk kosmetik Sari Ayu. Menurut dia, kesuksesan berwirausaha akan memengaruhi sikap mental positif dalam diri perempuan. Dengan berwirausaha, perempuan akan terlatih bersikap rendah hati, peduli pada lingkungan dan sesama, berpikir kreatif, dan bermotivasi tinggi. Dengan berwirausaha, kaum perempuan terlatih untuk berani mengambil risiko, bermental mandiri, serta berani memulai usaha tanpa diliputi rasa cemas sekalipun dalam kondisi yang tidak pasti.
Berwirausaha juga mendorong kaum hawa untuk mewujudkan cita-cita kesetaraan gender. Tidak ada pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh perempuan. Lihat, banyak jenis pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan yang bermotivasi tinggi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ada perempuan yang menjadi sopir bus, kondektur, tukang parkir, tukang tambal ban, dan lain-lain. Bahkan, petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) yang semula didominasi laki-laki, saat ini melibatkan perempuan sebagai operator.
Jumlah perempuan yang menjadi pemilik usaha pun beberapa tahun belakangan bertambah banyak. Mereka mendapatkan perhatian beberapa instansi, baik swasta maupun pemerintah, yang aktif memberikan penghargaan bagi para perempuan wirausaha.
Perkembangan kewirausahaan tidak dapat lepas dari peran perempuan. Perempuan berpotensi melakukan berbagai kegiatan produktif sebagai katup penyelamat bagi perekonomian keluarga, bahkan negara.
Perempuan mempunyai kontribusi menambah jumlah wirausaha, memajukan bangsa ini. Sosiolog David McClelland menyebutkan salah satu syarat bangsa yang maju adalah minimum 2% dari jumlah penduduknya menjadi wirausahawan. Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), saat ini jumlah wirausahawan di Indonesia baru 1,65% dari jumlah penduduk, sedangkan Singapura 7%, Malaysia 5%, dan Thailand 3%.
Data Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) menunjukkan dari jumlah wirausahawan di sektor UKM sekitar 54 juta, 60% di antaranya perempuan. Angka itu membuktikan peran penting kaum perempuan dalam kewirausahaan, terutama di sektor UKM sudah signifikan dan perlu terus ditingkatkan.
Sosial Budaya
Tantangannya memang tidak kecil. Salah satunya, faktor nilai-nilai sosial budaya yang terkait dengan posisi perempuan. Hal itu berhubungan dengan segi agama, tingkat pendidikan formal dan keahlian, umur, etnis dan kebiasaan, serta status perkawinan dan lokasi geografi (Lucy Creevey dalam Changing Womenís Lives and Work, 1996).
Sekarang adalah era transisi, ketika nilai-nilai lama nyaris hilang, tetapi nilai-nilai baru belum terbentuk. Sosiolog Emile Durkheim menyebut kondisi itu sebagai anomie. Nilai-nilai lama memosisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga yang hanya bertugas pada sektor-sektor domestik, misalnya melahirkan dan mengurus anak, memasak di dapur, bersihbersih rumah, dan sejenisnya. Nilai-nilai baru, perempuan harus mampu menjalankan peran ganda, mengelola sektor domestik sekaligus berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi dengan berwirausaha.
Makin banyak perempuan yang mulai menyadari bahwa menjadi wirausahawan merupakan cara terbaik untuk membantu ekonomi keluarga, karier, dan aktualisasi diri. Terlebih, saat ini perempuan dan bisnis dapat berjalan beriringan, karena perempuan memiliki gaya bisnis yang berbeda dari kaum laki-laki.
Perempuan lebih memilih bisnis yang berada pada lingkup keseharian, menggunakan perasaan, cenderung personal, bahkan melakukan aktivitas usaha yang berada di sela-sela rutinitas mengurus keluarga. Dengan pola pikirnya, perempuan berbisnis bukan untuk memperkaya diri, melainkan kesenangan hati dan minat pribadi.
Pola pikir perempuan itu mengacu pada konsep suka bersosialisasi, serta lebih dominan perasaan daripada rasional. Secara psikologis, perempuan yang berwirausaha akan memiliki intuisi atau naluri yang lebih cermat, pandai mengantisipasi masa depan, menjaga keharmonisan, terampil mengatur waktu, dan memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam rumah tangga. Kondisi itu tentu bisa menjadi potensi yang positif atau negatif bagi perempuan.
Dibutuhkan kemampuan dan kecerdasan mental untuk mampu mengelola diri dalam berwirausaha. Wirausaha bisa menjadi sarana bagi perempuan untuk memperbaiki diri, mental, dan pola pikir.
Dapat disimpulkan, berwirausaha memberi peluang kepada perempuan untuk melakukan banyak perbuatan baik bagi dirinya, keluarga, maupun orang di sekitarnya. Tidak mengherankan, perempuan memilih jenis usaha yang bisa disambi.
Di sela-sela waktu mengurus anak dan suami, ibu rumah tangga menghasilkan pendapatan yang sangat berarti, baik bagi dirinya sendiri maupun keluarga. Perempuan yang berwirausaha juga bisa menjadi contoh positif bagi anakanaknya mengenai aktualisasi diri, profesionalisme, dan komitmen terhadap usaha dan lingkungan. Perempuan yang berwirausaha juga menunjukkan aktualisasi diri positif sebagai pendamping suami yang mampu mengelola keseimbangan antara peran sebagai istri dan pebisnis.
Jadi, perempuan sudah seharusnya membekali diri dengan semangat untuk terus belajar. Mengikuti perkembangan teknologi, meningkatkan pendidikan, baik formal maupun nonformal, serta menambah pengetahuan dan keterampilan supaya mampu menjalankan peran ganda tersebut.
Perempuan diharapkan mampu menjadi ibu yang up datepengetahuan dalam pengelolaan keluarga dan rumah tangga, sekaligus up date perkembangan dunia usaha. Berkegiatan dalam kewirausahaan akan sangat berpotensi sebagai pendorong proses pemberdayaan perempuan. (Natalia Sari, dosen Komunikasi Unika Soegijapranata dan Ketua Asosiasi UKM Jateng-29))