Pada awal 2025, muncul persoalan mengenai kepemilikan lahan di Indonesia, khususnya daerah pesisir, diawali dengan kasus pagar laut yang membentang sepanjang 30 km di Tangerang. Kejadian ini diduga terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk – 2 (PIK – 2 ), sebab pengelola proyek tersebut memegang kepemilikan wilayah yang bersangkutan.
PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) menjalankan PSN PIK – 2 sebagai bentuk pembangunan negara, dengan tujuan meneguhkan kawasan tempat huni dan komersial berkelas tinggi. Dalam proses ini, PANI menggusur sejumlah besar warga untuk memenuhi kebutuhan lahan dan ruang pembangunan.
Banyak warga melaporkan bahwa mereka tidak mendapat kompensasi yang sesuai dan terintimidasi hingga menyerahkan lahan mereka. Ditemukan bahwa ternyata sejumlah kepala desa terlibat aktif dalam proses pembebasan lahan ini, melalui suap, manipulasi, dan pencucian uang.
Dosen Ilmu Hukum SCU Benekdiktus Danang Setianto, PhD menilai menyatakan kejadian ini sebagai salah satu bentuk konsep pemerintahan oligarki, yakni bentuk pemerintahan di mana kekuasaan politik dan ekonomi dikendalikan oleh sekelompok kecil individu atau golongan elit.
“Kebijakan ini semakin menunjukan watak asli pemerintah yang mendukung perampasan hak rakyat demi akumulasi kapital mereka,” pungkasnya. Menurutnya, hal tersebut dapat dilihat dari privatisasi dan finansialisasi lahan PIK – 2 tanpa pemasukan dari rakyat setempat.
“Tindakan menggunakan hukum untuk merampas hak-hak publik rakyat ini perlu diperhatikan. Menetapkan situasi PIK – 2 sebagai PSN sebenarnya curang. Ini adalah akumulasi kapital melalui perampasan yang dilakukan oleh kaum oligarki,” tambahnya.
Hal tersebut disampaikannya dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarkan Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU), Kantor Hukum dan Kekayaan Intelektual Leo & Partners, dan Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI). FGD ini mengundang praktisi hukum dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi, di Grand Candi Hotel Semarang, pada 25 Februari 2025.
Mengusung topik “Tantangan Pengembangan dan Pengelolaan Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk – 2,” Ketua FGD Emanuel Boputra, MH menjelaskan adanya forum tersebut bertujuan untuk mengkaji secara akademik penggunaan laut dan pesisir pantai Indonesia dan mengantisipasi terjadinya kasus – kasus serupa ke depannya. Hasil diskusi, berupa kritik dan solusi, akan dikirimkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai bahan masukan konstruktif.
“Dalam FGD ini kami ingin melihat kedua kasus dari berbagai sisi. Baik dari segi ekonomi, hukum, ekonomi, etika, dan sosial budaya. Kami rasa perlu ada informasi yang jelas dan akurat diberikan kepada rakyat supaya dapat menanggung resiko pembangunan. Jelas ada informasi yang tersembunyikan sebelumnya,” jelas Dosen Ilmu Hukum SCU tersebut.
Konsultan Hukum Leonard Lapon Tukan dari Leo & Partners menekankan pentingnya keterbukaan dan kejelasan informasi dari pemerintah kepada masyarakat, khususnya dalam pembangunan seperti kedua kasus yang didiskusikan.
“Program atau kebijakan dari pemerintah harus selalu dimulai dengan suatu perencanaan yang jelas. Jangan tiba-tiba mengadakan proyek. Informasikan dengan jelas supaya masyarakat mengetahui dari awal,” tutur Leo.
Ia menilai pentingnya FGD ini sebagai kesempatan memperluas pemahaman tentang isu ini. Diharapkan FGD ini dapat memberikan rekomendasi dalam pengambilan kebijakan dan pembuatan regulasi tentang PSN dalam rangka pengelolaan laut serta pesisir secara berkelanjutan. Selain itu, kiranya masyarakat dan stakeholder yang terkait dengan proyek-proyek ini dapat memahami konsekuensi yang ada dan pentingnya kebijakan yang tepat dalam proses pembangunan. (Humas SCU/Alex)
