Masa muda hendaknya diisi dengan melakukan banyak hal yang berguna untuk menunjang pekerjaan nantinya. Demikianlah prinsip hidup Marcella Riska Ardiani. Sarjana Psikologi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang ini terlibat akfif di organisasi kampus dan pelayanan gereja.
Semasa kuliah S1, Riska, sapaan akrabnya, mengikuti beberapa organisasi di kampus, seperti Senat Mahasiswa Fakultas Psikologi Komisi III sebagai staf evaluasi program, Unit Kegiatan Mahasiswa Sunrice (Student Training Centre), dan Glory (Group Leader On Research and Society) perkumpulan mahasiswa antar fakultas dengan kegiatan pengembangan pribadinya yaitu ATGW (Awaken The Giant Within).
Di sela waktunya, putri sulung pasangan Ignatius Dadut Setiadi dan Lucia Efi Koensetijowati ini mengajar anak-anak gifted/berbakat mengenai dinamika psikologis di SD Kristen Tri Tunggal Semarang, asisten doses untuk mata kuliah tes psikologi, dan mengajar alat musik organ. la mesti bijak mengatur waktu dengan aktivitas yang beraneka ragam. Caranya dengan menyiapkan buku yang berisi jadwal selama satu bulan diisi dengan kegiatan apa saja hingga detail waktunya.
“Prinsip saya ketika sudah mengambil keputusan untuk mau terlibat dalam suatu organisasi atau aktivitas lain, saya harus menjalaninya dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh. Karna saya berpikir bahwa tidak hanya dari sisi kognitif saja yang diasah tetapi keterampilan juga penting,” ungkap peraih beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari pemerintah ini.
Saat ini, Riska menempuh pendidikan Magister Profesi Psikologi jurusan Klinis Anak di almamaternya. la sangat tertarik mendalami dunia anak-anak dan remaja, karena dapat mengikuti proses pertumbuhan dan perkembangan mereka dari berbagai aspek. Misalnya mengolah emosi mereka dan menemukan suatu pembelajaran bahwa kepribadian anak dipengaruhi oleh pola asuh orangtua.
Diselah waktunya, Riska bekerja sebagai seorang terapis Anak Berkebutuhan khusus (ABK). “Saya belajar dan merasakan suatu empati yang lebih untuk berdinamika bersama mereka. Saya merasa tertarik, ketika mereka merasakan empati dari terapis yang akan membuat mereka jauh lebih patuh. Mereka terkadang peka terhadap situasi emosional yang kita rasakan. Saat seorang terapis cukup tinggi emosionalnya, mereka cenderung tidak patuh, menangis dan sulit diatur. Maka saya selalu mencoba memiliki mood yang positif saat mendampingi mereka,” jelas alumni SMA Sedes Sapientiae Semarang.
Dimata Riska, psikolog Kristiani perlu memiliki rasa cinta kasih. Dengan cinta kasih, membawa energi yang positif terhadap klien. Tidak mengharapkan imbalan tapi justru memberikan pengharapan terhadap klien. Membantu kehidupan klien menjadi jauh lebih baik, itu membawa kepuasan batin tersendiri.
Riska, kelahiran 29 Juni 1995 ini berpegang dan menyerahkan segala upaya kehidupan ini pada Tuhan, la berpegang pada ayat firman Tuhan “Aku akan menyertai kamu sampai akhir zaman. (Matius 28:20). Tuhan akan memuji yang dapat mengembangkan talentanya dengan baik. Maka Riska senang terlibat di pelayanan Gereja St Theresia Bongsari.
►PRABA Tahun 70 – No.16 – AGUSTUS -II – 2020